Sepertinya sang matahari
sedang berbahagia pada hari itu.
Bersinar terang seakan telah mendengar kabar yang sangat membahagiakan tanpa
peduli dengan penduduk bumi yang sibuk mengutuk padanya yang telah seenaknya
membuat mereka kegerahan sepanjang hari. Tidak terkecuali aku, tapi tunggu, bukan sinar matahari yang membuatku kegerahan di siang itu.
Aku sibuk memandang
lembaran kertas pink dan biru di tanganku. Bertanya untuk apa dua lembaran
kertas berwarna itu dibagikan kepada kami? Aku pun mengangguk paham setelah
mendengar instruksi tentang apa yang akan kami lakukan pada kedua kertas
tersebut. Untuk lembaran kertas pertama, kami diperintahkan untuk menuliskan
kata “NAMA SAYA” di bagian pojok atas dan menuliskan nama masing-masing di
bagian tengah. Setelah selesai menuliskan nama masing-masing, kertas tersebut
digeser ke teman yang berada di sebelah kanan dan harus menuliskan ciri-ciri
dari mereka yang namanya tertulis pada kertas yang ada di genggamannya.
Permainan “MARI
MENULISKAN CIRI-CIRI TEMAN” hanyalah sebuah pengantar untuk memasuki permainan
sesungguhnya di hari itu. Permaianan sesungguhnya adalah “MARI MEMILIH
KOORDINATOR”. Permaianan yang cukup gampang jika dilihat dari namanya. Tapi
percayalah ini tidak segampang namanya. Permaianan ini memerlukan cukup
pengetahuan tentang kepribadian teman-teman yang ikut dalam pemilihan agar
setiap kegiatan memiliki koordinator yang tepat.
Dengan penuh semangat, aku
mulai menuliskan nama-nama mereka di masing-masing kegiatan. Aku menuliskannya
secara acak. Toh mereka juga tidak akan tau siapa yang menuliskan nama mereka
di kertas masa depan itu, pikirku. Pemilihan pun telah berakhir. Kak Indi dan
Kak Athifah sudah siap di depan untuk membacakan dan menuliskan hasil pemilihan
koordinator. Pembacaan hasil suara untuk koordinator kegiatan pertama yakni kegiatan
NBS pun di mulai.
Aku dan kak Ica memperoleh
suara yang seimbang. Dan semua orang di dalam ruangan itu menyebutkan nama ku
dengan kompak seakan mereka sudah mempersiapkannya dalam jangka waktu yang
cukup lama.
“Yah, kenapa saya? Kenapa
bukan kak Ica saja?”.
“kalau saya lagi, nda akan
ada mi itu kemajuan”. Balas kak Ica dengan santainya sambil mengedarkan
pandangannya kesekeliling ruangan.
Aku mendesah, mengalah
untuk melanjutkan tindakan protes ku yang aku tau akan berujung sia-sia. Marah,
yah aku marah pada mereka yang seenaknya menuliskan nama ku , tapi aku tidak
berhak untuk marah. Itu adalah hak mereka untuk memilih.
Bagaimana menjadi seorang
koordinator? Apa yang harus aku lakukanan nantinya? Pertanyaan-pertanyaan
seputar menjadi koordinator berkecamuk di dalam kepalaku. Seperti lorong
panjang gelap yang tidak memiliki ujung. Aku bingung harus melakukan apa nantinya.
"Ayolah, berhenti
memikirkan hal itu! Kamu akan tahu harus melakukan apa nantinya seiring
berjalannya waktu", aku mencoba mengatakan hal itu pada diriku sendiri. Sayangnya cara ini tidak cukup berhasil untuk menenangkanku. Aku masih sibuk memikirkan hal
itu. Bagaimana tidak terus-terus memikirkan hal itu, ini kali pertamanya aku dipilih
sebagai koordinator kegiatan. Sebelum-sebelumnya aku sudah cukup puas hanya menjadi
seorang anggota.
Pembacaan suara untuk
kegiatan-kegiatan berikutnya pun kembali dibacakan. Mereka yang terpilih
menunjukkan sikap yang tidak jauh berbeda dengan ku dan mereka yang tidak terpilih
bersorak gembira seakan-akan telah memenangkan lotre milyaran. Aku memandang
iri kepada mereka yang tidak terpilih. Betapa beruntungnya mereka saat itu.
Inilah ole-ole yang aku
bawa pulang dari rapat tahunan 2016 yang kami adakan pada tanggal 24 Desember
2016 di kantor BaKTI. Dan seharusnya aku berbangga diri karena banyak yang
percaya pada ku untuk menjadi seorang koordinator untuk kegiatan NBS di tahun
2017. Tapi sungguh aku masih belum menerima hasil pemilihan ini dengan sepenuh
hati. Aku butuh relawan pengganti dan yang berminat tolong menghubungi ku
secepatnya. SECEPATNYA!