google.com
“Semuanya siap-siap mi
untuk pulang”, teriak ibu perpus dari ruang shalat. Mendengar teriakan itu tak
lantas membuat kami buru-buru bergerak untuk membereskan barang-barang kami
yang berserahkan di atas meja baca. Karena kami tahu masih ada kegiatan rutin yang
pasti akan dilakukan ibu perpus sebelum beranjak dari kursi kerjanya. Beliau
masih akan mempoles wajahnya dengan sedikit riasan agar terlihat segar ketika
bertemu sang suami di parkiran.
Ibu perpus kembali
berteriak mengingatkan kami setelah selesai melakukan kegiatan kecilnya. Aku
pun berbalik menatap jam dinding yang tergantung manis di salah satu sudut ruangan. Jarum jam sudah menunjukkan jam 16.10. Sudah
waktunya perpustakaan tutup. Dengan tergesa-gesa aku memasukkan semua barangku
yang masih tergeletak manis di atas meja baca ke dalam tas.
Aku dan ibu perpus
berjalan beriringan ke parkiran sambil berbagi cerita yang sederhana dari
kehidupupan sederhana kami. Setelah sampai di parkiran ibu perpus mengucapkan
salam perpisahan padaku dan akupun melanjutkan langkah kakiku menuju depan
fakultas untuk menunggu pete-pete 07 yang akan membawaku pulang ke rumah. Dan
oh betapa beruntungnya aku, di ujung jalan sana pete-pete 07 sudah terparkir
manis, menunggku untuk segera menaikinya.
Sesampainya di depan pintu
pete-pete aku terdiam sebentar, mencari target tempat duduk yang nyaman. Ketemu,
aku memutuskan duduk di belakang supir yang berhadapan langsung dengan pintu
pete-pete. Aku memilih duduk di posisi itu agar tidurku nyaman sepanjang
perjalanan. Aku yakin pasti nyaman karena angin yang bertiup dari luar langsung
menyapaku melalui pintu pete-pete.
Sepanjang perjalanan aku
sibuk memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh beberapa penumpang yang berada
di dalam pete-pete sambil sesekali memperhatikan keadaan lalu lintas
di luar. Seorang penumpang yang duduk di samping pintu sibuk memperhatikan
layar Hp yang berada di genggaman tangannya sambil sesekali cekikikan, mungkin dia
sedang membalas chat dari pacar atau mungkin
gebetannya, entahlah dia sedang membalas chat dari siapa, biarkan dia, Tuhan
dan si penerima chat yang tau dengan siapa sebenarnya dia berbalas chat. Ku alihkan
pandanganku ke sudut belakang pete-pete. Aku menemukan seorang perempuan yang
juga seorang mahasiswi sepertiku jika di lihat dari tas ransel dan beberapa
buku-buku tebal yang berada di pangkuannya, dia sedang terlelap. Mungkin
kelelahan akibat tugas-tugas kuliah yang menumpuk.
Puas memperhatikan
keadaan di dalam pete-pete, akupun
memustuskan untuk ikut terlelap seperti perempuan yang berada di sudut
belakang. Aku mengatur posisi dudukku senyaman mungkin, menyandarkan kepala di
jendela, memeluk tas dengan erat dan mulai memejamkan mata.
Sebelum sampai di tempat
tujuan aku terbangun. Aku kembali mengedarkan pandanganku ke sekeliling
pete-pete. Beberapa penumpang sudah turun dan mahasiswi yang terlelap tadi pun
sudah tak ada lagi di tempat duduknya. Aku merogoh tasku mencari tempat pensil
yang sudah berubah fungsi menjadi tempat segalanya. Tidak hanya menyimpan
pensil atau pulpen, tempat pensil itu juga sudah merangkap menjadi dompet.
Bukannya malas memakai dompet hanya saja aku malas mengeluarkan uang lebih
untuk membeli benda seperti itu,
Setelah mengubek-ngubek
isi tas sampai ke segala sisi bahkan sampai mengeluarkan sebagian isinya, aku
tak juga menemukan tempat pensilku. Aku mulai panik, pikiran negatif pun
melintas di kepalaku. Aku menggeleng keras menyingkirkan pikiran itu. “Mana
mungkin ada orang yang mau mengambil tempat pensil kumel seperti itu? untuk
memiliki niat pun pasti tak ada yang mau apa lagi sampai mengambil!”, pikirku. Aku
kembali mengubek isi tas mencari ponsel untuk menelpon tanteku. Aku menelpon
beberapa kali dan telponku tak juga diangkat. Aku kembali berpikir dimana
terakhir kali aku menyimpan tempat pensil kumel itu. setelah berpikir cukup
keras aku menemukan jawabannya. Yah benar tempat pensilku pasti tertinggal di
atas meja baca, pasti, aku yakin itu.
Tempat tujuanku sudah
dekat, keringat dingin sudah mulai mengalir di pelipisku, badanku gemetar, aku bingung harus bilang
apa kepada sang supir ketika turun. Dengan pelan aku berkata “kiri”. Sang supir
menghentikan laju pete-petenya. Aku melangkahkan kakiku turun dari pete-pete
menuju pintu depan pete-pete. Aku menatap sang supir dengan takut-takut sambil
berkata, “Maaf pak tertinggal ki dompetku”. Sang supir hanya menatapku.
Seorang gadis yang juga turun di tempat yang sama denganku menyerah kan uang
Rp 10.000 kepada sang supir. “Nanti saya yang bayarkan pak”, kata gadis itu. Sebelum
aku mengucapkan terima kasih, gadis itu sudah hilang di balik pintu pete-pete yang
lain.
Pete-pete yang ditumpangi gadis itu melintas di depanku. Aku menatap gadis itu sambil
melemparkan senyum dan mengucapkan kata terima kasih tanpa suara kepadanya dan
dia balas tersenyem kepadaku. Sungguh senyumannya begitu manis dan tulus. Dia
adalah seorang malaikat penolongku.